Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utamaLewati ke footer
  • kemarin
JAKARTA, KOMPASTV - Menkes Budi Gunadi Sadikin buka suara terkait kasus Dokter Aulia Risma Mahasiswa PPDS Undip.

Menkes Budi menyampaikan sempat ada trauma moral terkait kasus tersebut.

"Korban kekerasan seksual, Dokter Risma di Semarang saya ada trauma moral. Kasus ini sudah kita identifikasi sejak 2023. saya keluarkan aturan untuk skrining lebih baik," kata Menkes di ROSI, Kamis (8/5/2025).

"Saya terus terang saya ada trauma, ini keluarga yang anaknya meninggal, bapaknya stres karena tidak izinkan anaknya berhenti. Ada perasaan guilty (bersalah) itu sebabnya saya ekstra keras. Ini jadi utang moral ke keluarga korban," katanya.

Produser: Yuilyana

Thumbnail Editor: Galih

#rosi #menkes #undip

Baca Juga Pidato Perdana dari Vatikan, Paus Leo XIV: Damai Sejahtera Menyertai Kalian di https://www.kompas.tv/internasional/592154/pidato-perdana-dari-vatikan-paus-leo-xiv-damai-sejahtera-menyertai-kalian





Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/talkshow/592160/curhat-menkes-soal-trauma-moral-terkait-kasus-dokter-aulia-risma-rosi
Transkrip
00:00Terima kasih Anda masih di Rosy, saya bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
00:09Pak BGS, saya tahu persis Anda hands on betul untuk kasus meninggalnya dokter residen Aulia Risma Lestari yang ditemukan meninggal di kamar kosnya.
00:18Itu 12 Agustus 2024. Sehingga Pak Menkeset kalau rapat dengar dengan Komisi 9 DPR selalu merefer itu.
00:30Tetapi juga Anda dianggap insensitif terhadap korban perkosaan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter ke pasiennya.
00:39Karena mereka juga korban yang tetap hidup dan harus menanggung malu aib sepanjang hidup mereka.
00:46Bagaimana Anda menjelaskan Menteri Kesehatan tidak memiliki perspektif bersama korban kekerasan seksual.
00:54Tidak memiliki rasa yang sama untuk membela korban kekerasan seksual.
01:02Memang khusus untuk kasusnya dokter Risma yang di Semarang, saya akui itu.
01:07Saya ada ekstra beban moral atau ada kayak trauma moral yang terjadi.
01:15Kenapa? Karena kasus-kasus ini kita sudah identifikasi sejak 2023.
01:20Setiap kompas pertama kali keluar, itu sebabnya saya keluarin aturan untuk screening lebih baik, kita periksa, pengaduan kita buka,
01:29sudah masuk 2000 lebih pengaduan, 600 confirm, bullying kita kirim tim audit ke sana, 300 kasus sudah selesai,
01:37kita sudah hukum malah berhentiin di rumah sakit sudah ada, tegur di rumah sakit sudah 151.
01:43Kok sudah sejak Agustus 2023 kita lakukan, 2024 malah ada yang wafat?
01:49Jadi saya kan bilang, apa yang kurang saya lakukan?
01:52Saya datang ke sana, yang saya bilang ke Mbak Rosi, nama mungkin ini kekurangan saya sebagai manusia.
02:00Saya kan lihat dia meninggal, bapaknya itu sakit Mbak Rosi.
02:04Waktu saya datang, bapaknya masih hidup.
02:07Bapaknya itu sayang sekali ke anaknya.
02:09Kenapa dia sakit? Karena dia merasa bersalah.
02:12Kan anaknya sudah minta mundur, sama bapaknya nggak boleh, kan ini kebangan bapaknya.
02:16Oh, mau mundur dari siswa dokteran?
02:18Dari ini. Jadi saya lihat, dan itu kan fasilitasnya nggak bagus.
02:21Dan adiknya takut kan, bapaknya dirawat di sini nanti gimana, gitu kan.
02:25Mereka kan waktu itu kan, bener.
02:27Jadi bapaknya itu saya pindahin ke Jakarta, fasilitas.
02:31Ke rumah sakit terbaik saya, meninggal.
02:34Jadi saya itu waktu datang, saya terus terang ada trauma.
02:39Ini orang keluarga yang anaknya meninggal.
02:43Bapaknya stres gara-gara merasa meninggal anaknya gara-gara dia tidak mengizinkan berhenti.
02:49Saya mencoba memperbaiki, karena kalau nggak gimana istri sama anaknya masih meninggal.
02:54Dua orang keluarganya, udah saya coba semaksimal mungkin bisa lakukan meninggal.
02:59Itu kayak kita pergi ke perang, kemudian nembak orang trauma.
03:04Saya mengalami trauma di sana, bilang, jadi ada perasaan guilty feeling yang luar biasa besar ke keluarga ini.
03:12Duh, dua orang keluarga meninggal dalam waktu satu bulan gara-gara ini.
03:16Itu sebabnya kemudian saya mungkin ekstra keras, saya mendorong.
03:21Sampai, saya ingat waktu itu sampai ada demo.
03:24Anda merasa ini jadi utang moral Anda pada keluarga korban.
03:27Dan itu saya ingat tuh, sampai saya dianggap ada demo pita hitam.
03:32Saya udah sering ada video pita hitam.
03:34Walaupun pita hitamnya bukan karena Ibu Risma meninggal.
03:37Karena waktu itu saya berhentiin tuh prodinya.
03:39Karena itu tadi, saya mau lihat.
03:40Ini problemnya apa sih?
03:41Itu kan prodinya yang pertama berhentiin yang di sana kan.
03:44Saya dapat demo pita hitam tuh.
03:46Saya pikir pita hitam itu buat yang meninggal.
03:48Enggak, buat saya gitu.
03:49Gara-gara saya membekukan prodinya.
03:52Tapi tidak pita hitam untuk siswi kedokteran yang mengambil program spesialis meninggal.
03:59Jadi, itu terjadi karena ada trauma itu.
04:02Jadi, setiap kali ada kejadian, itu men-trigger di alam bawah sadar saya.
04:07Ya, hutang moral itu versinya Mbak Rosy itu.
04:12Kayak traumanya keluar lagi.
04:13Aduh, iya ya.
04:14Kenapa sih?
04:15Apa sih yang harus saya lakukan lebih baik lagi?
04:18Supaya ini jangan kejadian terus.
04:20Tapi saya tetap bilang Mbak Rosy ya.
04:23Harus ada yang diperbaiki.
04:25Dan jauh lebih banyak dokter-dokter yang hatinya baik.
04:28Saya ini kemarin baru-baru.
04:29Pak Menkes berulang kali mengatakan bahwa harus ada yang diperbaiki.
04:35Dan kemudian Pak Menkes kan selalu juga mengatakan ini untuk transformasi pelayanan kesehatan.
04:42Tapi ini kan terjadi.
04:43Jadi, kemana aja selama ini?
04:45Pak Menkes kan udah lebih dari 5 tahun.
04:47Belum 5 tahunnya nanti 23 Desember 2025.
04:52Karena saya dekatkan 2020.
04:54Maksud saya, jadi kemana aja Menteri Kesehatan?
04:56Saya kan memang 2 tahun pertama ngurusin COVID lah.
05:00Saya mesti deliver tuh apa, 400 juta suntikan ke 200 juta masyarakat Indonesia di 7000 pulau secepat-cepatnya.
05:07Jadi, 2 tahun pertama nggak kerja saya terus.
05:09Kerjanya Menteri Vaksin.
05:11Kalau udah dikerja.
05:12Bener, karena saya pengen nyelamati nyawa.
05:14Nah, sekarang saya baru kerja.
05:16Kerja begitu saya lihat, dibuka sama Kompas.
05:18Itu saya kerja bertahap.
05:20Nah, sama.
05:20Saya beresin dulu sistemnya.
05:22Pengaduannya masuk seperti itu.
05:23Terkejut kita lihat begitu banyak.
05:24Saya kirim auditor ke sana.
05:26Oh, ribut.
05:27Karena ini kan lahannya bisa overall kerjasama sama Irjen Kementerian Dikti.
05:31Jadi, yang diundit tuh masukin sama Irjen Kementerian Dikti.
05:34Waktu jamannya, Menteri Semua masuk.
05:36Kita perbagi apa perbagi.
05:37Eh, ada kejadian lagi.
05:39Dan terus kejadian.
05:40Itu memberikan masukan ke kita.
05:41Memang, oh, cukup banyak yang harus diperbagi.
05:45Saya akui, saya belum nasihkan semua.
05:47Tapi sekarang, kemajuan yang ada udah jauh berbeda dengan sebelumnya.
05:51Nah, salah satu yang harus saya rasa harus perbagi.
05:55Kita harus tegas, Marusi.
05:56Barusi, kan sekolahnya, di sekolah yang terkenal disiplin juga.
05:59Saya tahu sekolahnya SMA di mana.
06:00Apa beda SMA disiplin sama enggak?
06:02Kalau salah dihukum.
06:04Dan hukumnya jelas.
06:05Nah, itu yang saya bilang.
06:06Ini kalau ada yang salah, hukum jelas.
06:08Jangan dilindungi, dikasih pisah hitam gitu kan.
06:10Hukumannya yang jelas.
06:12Dengan demikian, melindungi yang baik.
06:14Ada 632 kasus perundungan.
06:16Itu luar biasa banyaknya.
06:18Ketemu sejak saya buka sistemnya tuh.
06:20Sebelumnya enggak pernah ketahuan.
06:21Sejak 2023, malah 2.668 laporan.
06:26Yang masuk, terregister.
06:27Dulu enggak pernah ada.
06:28Sekarang masuk, terregister.
06:29Setiap yang terregister, saya periksa, irjen, kirim.
06:32Karena bisa jadi ngejelek-jelekin kan banyak orang Indonesia.
06:35Begitu kita kirim, 600 confirm.
06:39600 confirm, periksa.
06:41Cari penyebabnya siapa, siapa yang tanggung jawab.
06:43Yang salah, ditegor.
06:44300 sudah selesai.
06:47150 tegor.
06:48Ada yang diberhentiin jadi dirut.
06:49Dirutnya saya loh diberhentiin.
06:51Pak, yang menarik juga,
06:53saya soal dokter Aulia yang meninggal karena depresi.
07:01Dan dia juga akibat bullying.
07:04Pelaku bullying itu diluluskan.
07:08Dan Anda memprotes kelulusan pelaku bullying itu.
07:13Dan kemudian itu berakibat si pelaku ditunda kelulusan dokternya.
07:19Apakah Anda dapat menerima bahwa Anda seorang menkes yang otoriter?
07:24Ya, saya dibilang otoriter.
07:26Dan saya terus terang itu terima kasih.
07:28Itu masukannya dari satu akun yang,
07:32ada beberapa dokter bikin akun.
07:34Akunnya suka menghujat saya juga.
07:37Ada akun PPDS Gram gitu.
07:38Tapi mereka masukin ke situ.
07:40Saya lihat loh, ini bukannya yang gak lulus.
07:42Akhirnya saya cek kan.
07:43Dan akhirnya keluar di beberapa akun itu.
07:47Kemudian saya suruh cek.
07:48Ternyata benar, ini harusnya lulusnya berapa semester gitu.
07:52Kok ini dipercepat?
07:54Dan ini adalah pelaku pembuli.
07:56Pelaku pembuli yang sedang diproses di polisi.
07:59Yang sedang dalam proses P21 kekejaksaan.
08:04Ya akhirnya karena kita memiliki mau menang sekarang.
08:07Dengan undang-undang yang baru untuk menahan SIP dan SDR.
08:11Itu kita freeze dulu.
08:13Nah itu yang saya dulu udah dibilang otoriter.
08:16Karena mau menang SDR, SIP diambil.
08:18Tapi kalau gak diambil, ya itu tadi.
08:20Orang yang salah tuh gak dihukum-hukum.
08:22Karena aku rasungkan sama temennya kan.
08:24Jadi itu ambil.
08:25Sekarang Pak Manang udah sama saya, saya freeze.
08:27Saya bilang, saya gak akan buka.
08:29Sebelum terbukti pengadilan dia salah apa enggak.
08:33Kalau dia salah, saya cabut.
08:35Jadi kalau Anda disebut sebagai Menteri Kesehatan Otoriter,
08:38Anda ingin mengatakan,
08:39kalau memang hasilnya adalah
08:41karena si pelaku pembulian yang sedang diperiksa polisi
08:44dalam proses kejaksaan diluluskan secara cepat,
08:47padahal dia pelaku pembuli yang membuat
08:49seorang siswi kedokteran tewas,
08:51Anda ingin mengatakan,
08:53Menteri Kesehatan Otoriter,
08:54so be it.
08:56Otoriter ke satu orang,
08:58demi kebaikan jutaan orang,
09:01akan jauh lebih baik
09:02daripada kita membiarkan satu orang,
09:06sehingga jutaan orang menderita.
09:08Kami kembali saat lagi.

Dianjurkan