Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utamaLewati ke footer
  • kemarin dulu
JAKARTA, KOMPAS.TV - Terkait UU BUMN yang disahkan, Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga membantah jika UU BUMN terburu-buru disahkan.

Menurutnya, proses pembuatan Undang-Undang sudah dibuat oleh DPR dan berlangsung sejak Presiden Jokowi menjabat.

Sementara itu, Pegiat Antikorupsi, Sudirman Said mempertanyakan mengapa tiba-tiba ada semangat untuk tidak menempatkan diri sebagai penyelenggara negara.

Padahal menurut Sudirman, tidak akan ada masalah jika komisaris, direksi, maupun Menteri BUMN-nya bersih.

Ia menegaskan jika memang bersalah atau ada korupsi, maka harus dihukum.

"Yang menjadi sumber kecurigaan itu kan prosesnya seperti terburu-buru. Tidak cukup partisipasi publik. Menimbulkan pertanyaan, ini sebetulnya ada apa?", katanya.


Dari temuan Pemohon Uji Materi UU BUMN, Aburizal Biladina mengatakan dari SK DPR nomor 109 tidak ada keterangan carry over.

Namun menurut Arya, ketika ada kebutuhan, negara akan mendahulukan mana Undang-Undang yang harus segera disahkan.



"Saya berani jamin, Anda berhenti dari UI saya berhenti dari staf khusus. Saya jamin," kata Arya.



Saksikan selengkapnya di kanal youtube KompasTV.



#bumn #korupsi #erickthohir

Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/talkshow/591904/debat-arya-sinulingga-bantah-uu-bumn-terburu-buru-disahkan-satu-meja
Transkrip
00:00Kita harus berani menghadapi dan memberantas korupsi dengan perbaikan sistem, dengan penegakan hukum yang tegas, dengan digitalisasi, insya Allah kita akan kurangi korupsi secara signifikan.
00:22Ada pepatah yang mengatakan, kalau ikan menjadi busuk, busuknya mulai dari kepala.
00:33Semua pejabat dari semua eselon dan semua tingkatan harus memberi contoh untuk menjalankan kepemimpinan pemerintahan yang sebersih-bersihnya.
00:49Masih bersama saya Budi Manojo di Satu Meja di Perum.
00:54Mas Sudirman Said, Pak Prabowo keras ya.
00:56Ikan busuk dimulai dari kepala pemberantasan korupsi tegas dan keras.
01:01Tapi dengan revisi Undang-Undang BUMN, ini gimana antara retorika dengan legislasi?
01:10Tidak ada yang salah, tinggal kita tunggu pelaksanaannya.
01:14Nah mengenai tadi, diskusi awal tadi yang sudah sangat-sangat ini, saya ingin menyatakan begini ya.
01:22Hukum itu kan sebetulnya satu ekspresi dari kehendak moral.
01:30Kehendak moral.
01:31Jadi kehendak moral kita mau apa tentang BUMN?
01:33Tadi Mas Ria sudah mengatakan BUMN itu singkatan dari badan usaha milik negara.
01:40Kemudian sumbernya dari kekayaan negara yang dipisahkan.
01:45Meskipun dipisahkan, tapi punya negara.
01:47Jadi kalau kita mau katakan direksi dan komisaris pengen penyelenggara negara,
01:53sebetulnya secara logika itu tidak ketemu.
01:55Tidak ketemu.
01:56Karena mereka itu adalah orang yang dipasrai untuk memimpin sesuatu yang punya negara.
02:02Nah sekarang begini, apakah dengan bukan menjadi penyelenggara negara akan menyelesaikan masalah?
02:10Menurut saya kok tidak.
02:11Pertama, saya pernah memimpin BUMN, biasa aja tuh, tidak ada masalah.
02:16Asal memang kita tidak punya niat busuk gitu ya.
02:19Jadi mau penyelenggara negara mau bukan, kalau memang tidak korup ya tidak korup aja.
02:23Yang kedua begini, sebetulnya masalah itu apa sih?
02:29Kan kira-kira itu dalam semangat untuk sejauh mungkin membebaskan diri dari perangkat hukum,
02:38dari kerumitan birokrasi, segala macam.
02:40Caranya banyak.
02:41Dan menurut saya bukan dengan cara makin jauh menghindari jelas hukum,
02:45tapi dengan cara meningkatkan promosionalisme.
02:47Tadi dikatakan Pak Presiden, ikan busuk dari kepalanya.
02:50Kalau Komisarisnya Waras, Direksinya Waras, Menteri BUMN-nya benar,
02:55enggak ada soal mau jadi penyelenggara negara atau bukan.
02:58Jadi sebetulnya saya juga terus bertanya ketika isu ini muncul,
03:02kenapa ya kok tiba-tiba ada semangat untuk sejauh mungkin
03:06tidak menempatkan diri sebagai penyelenggara negara?
03:08Nanti lama-lama Bupati kita sebut bukan penyelenggara negara aja gitu.
03:12Mau begitu?
03:13Sama yang diurus aset negara kok gitu.
03:16Jadi menurut saya,
03:18kita mesti kembalikan pada gendak moral kita apa sebetulnya.
03:22Kalau gendak moral kita adalah
03:23mengurus segala sesuatu yang milik rakyat, milik negara
03:26dengan punah amanah,
03:27semakin banyak rambu-rambu semakin aman.
03:30Bukan dengan semakin mengurangi rambu-rambu.
03:34Karena tadi yang dikatakan tadi,
03:35ini resiko.
03:36Kalau tadi Pak Arya bicara soal swastra sama pemerintah.
03:40Iya betul,
03:41tapi yang sedang kita urus adalah soal punya rakyat, punya negara.
03:45Dengan begitu,
03:47apa sih bedanya mengurus aset sama negara?
03:49Ya memang kita bertanggung jawab pada publik.
03:51Karena itu tadi,
03:52semakin banyak rambu-rambu semakin baik,
03:53semakin bisa hati-hati,
03:56dan semakin aman punya rakyat itu.
03:58Jadi menurut saya,
03:59kita mesti kembalikan sebetulnya niat dari...
04:01Niat ya.
04:02Yang kedua, ada masalah begini.
04:03Yang menjadi sumber kecudigaan itu kan,
04:07ini barangkali adik kita nanti bisa menjelaskan,
04:10prosesnya itu seperti terburu-buru.
04:11Terburu-buru.
04:12Ada yang mengatakan sudah lama di proses,
04:14tapi itu kan kemarin,
04:15pertama terburu-buru,
04:17yang kedua,
04:18tidak cukup partisipasi publik.
04:22Sehingga kemudian menimbulkan pertanyaan ini,
04:23sebenarnya ada apa gitu.
04:25Bahwa memang ada beberapa kasus yang sifatnya ekssepsional,
04:29orang tidak nyolong,
04:30tapi kemudian dihukum gara-gara polisi.
04:31Itu menurut saya satu ekssepsi yang bisa dicari dalam keluarnya.
04:34Tapi bukan dengan cara mengebiau ya,
04:36gara-gara BMN itu dimimpin penyelenggaraan negara,
04:39maka begini.
04:39Enggak, enggak begitu.
04:41Menurut saya orang dihukum karena memang bersalah.
04:43Korupsi.
04:43Karena bersalah.
04:44Jadi bukan karena dia satunya penyelenggaraan negara.
04:47Jadi menurut saya itu harus ada satu pemikiran ulang.
04:50Dan saya kira baik apabila nanti diurus oleh MK gitu ya.
04:54Kemudian nanti kita bersama-sama mengingatkan publik.
04:58Kang Aset, bentar.
05:00Kang Aset, apa sih?
05:01Kehendak moral.
05:03Kenapa kemudian DPR bersepakat mengeluarkan itu dari entitas penyelenggaraan negara?
05:09Tadi saya sampaikan Mas Budiman bahwa kondisi hari ini
05:14membutuhkan satu entitas usaha yang mereka lebih agile dan adaptif.
05:18Itu sebut.
05:20Kondisi kemudian dimana kita memerlukan satu entitas baru gitu ya.
05:25Karena yang jadi isu di situ sebetulnya.
05:27Ada RUBUMN, di situ kemudian muncul dana antara.
05:30Lalu kemudian seolah-olah di situ juga tercantum secara eksplisit
05:34Direksi Komisi Sepanggawas bukan sebuah penyelenggaraan negara.
05:37Maka seolah kemudian dijalisir.
05:39Ini kayaknya ada sesuatu nih.
05:41Hal bukan itu basisnya.
05:43Hari ini, bayangkan Mas, agenda hilirisasi banyak sekali yang belum tercover.
05:48Itu harus dengan mengeluarkan itu dari konstrui penyelenggaraan negara ya?
05:53Kan isunya bukan semata-mata itu.
05:55Kan tadi dijulur jelas tuh.
05:56Apakah Direksi Komisaris Pengawas misalkan begitu, bisa gak kena korupsi?
06:02Bisa.
06:03Bisa?
06:03Bisa. Tidak kebal hukum mereka itu.
06:05Oke, baik.
06:06Mereka tidak kebal hukum mereka itu.
06:07Mau penyelenggaraan negara, mereka tidak kebal hukum.
06:13Tidak kebal hukum.
06:14Bang Saud, gak kebal hukum.
06:15Kenapa?
06:16Kemudian KPK juga seakan-akan ketakutan gitu loh.
06:18Dikeluarkan dari penyelenggaraan, seakan-akan gak bisa disentuh.
06:21Mas Budiman, di negeri ini yang belum diatur apa?
06:23Apa yang belum diatur di negeri ini?
06:26Kemampuan kita menjalankan aturan itu yang bermasalah.
06:28Pasal 2, pasal 3.
06:30Banyak orang bahkan itu minta dihapus.
06:31Pasal 2, pasal 3 itu bicara penyelenggaraan negara.
06:35Apakah dia itu perbuatan curang atau apapun bentuknya negara rugi di situ.
06:39Nah kalau bicara KPK, karena kita malam bicara KPK juga.
06:43Bicara kerugian negara itu harus dihitung oleh BPK.
06:45Itu yang, atau BPKP dan seterusnya.
06:48Jadi saya katakan kembali lagi, apa yang terjadi sekarang ini resikonya menjadi lebih tinggi.
06:52Apa yang disempatkan Pak Asep tadi itu bahwa ada situasi baru.
06:55Situasi baru apa, Kang Asep, yang mau kita ubah?
06:57Situasi barunya adalah indeks resepsi korupsi 3.7 mau kita naikkan ke 60.
07:02Supaya mimpi Prabowo pertumbuhan ekonomi 8% bisa tercapai.
07:05Oke, baik.
07:06Itu yang kita mau.
07:08Niat-niatnya sebetulnya apa sih?
07:09Ini, saya sebelum mengalami ke niat gitu ya.
07:11Tadi kan ngomongin, tadi Bang Sunderman Syed mengatakan bahwa
07:14Ini kok tiba-tiba enggak, ini udah 3 tahun kok.
07:183 tahun?
07:19Iya.
07:19Oke, 2016.
07:20Buktinya apa?
07:22Ini makanya sebenarnya udah 3 tahun, kenapa?
07:24Karena memang ini udah lama disiapkan.
07:25Kenapa lama disiapkan?
07:26Bukan karena ada dan antara ya?
07:27Enggak.
07:28Enggak ya?
07:28Iya, iya.
07:30BUMN dari 144 BUMN, tahun 2019.
07:34Itu sekarang tinggal 41 BUMN.
07:37Merger, holding, dan sebagainya.
07:39Yang nantinya bisa jadi 30.
07:41Bisa.
07:42Dan itu nanti akan jadi holding besarnya ada.
07:43Dan sekarang namanya dana antara.
07:46Jadi, secara struktural pun, BUMN itu udah siap sebenarnya untuk jadi sebuah holding besar.
07:53Jadi, enggak gampang.
07:54Dan itu enggak mungkin buru-buru membuat,
07:57Merger itu enggak mungkin buru-buru.
07:58Perusahaan di Merger susah banget.
08:00Dari 144 BUMN, tinggal 41 BUMN.
08:03Itu proses selama 5 tahun.
08:05Dan, dalam proses ini, dibikinlah undang-undang itu bersama teman-teman DPR.
08:09Minta maaf ya, saya potong.
08:10Silahkan.
08:11Jadi, yang saya persoalkan tadi bukan proses penggabungan BUMN itu kita tahu lah.
08:15Cukup lama dan kita apresiasi.
08:17Tapi, proses...
08:18Pembuatan undang-undangnya?
08:20Menyusun revisi itu, kan baru dimasukkan kapan?
08:22Dan dalam waktu singkat, tiba-tiba diketok.
08:25Itu yang jadi persoalannya.
08:26Nah, ini karena enggak tahu sejarahnya.
08:29Sejak awal, ini proses sebelum Bang Nasek, malam.
08:31Iya, carryover kita.
08:33Itu carryover?
08:34Jadi, Bapak mengakui ini carryover?
08:36Iya.
08:36Tapi, saya dapat di SK64-nya ini, bisa di-zoom mungkin, di SK DPR,
08:42di nomor 109 itu, tidak ada keterangan carryover di BUMN.
08:46Maksudnya apa itu?
08:47Ini di SK DPR.
08:48DPR tidak carryover.
08:49Hal baru, kan?
08:50Itu kan soal gini, itu soal kepentingan.
08:53Artinya apa?
08:54Ketika ada kebutuhan, negara lebih penting.
08:57Maka ada yang dahulukan namanya.
08:58Bisa saja seperti itu.
08:59Masa kita hanya formalitas saja?
09:01Oh, enggak boleh formalitas ya?
09:03Jangan bukan formalitas.
09:04Artinya gini, Bang.
09:05Artinya, bahwa itu dari dulu.
09:07Ada notulensinya semua.
09:10Anda kalau ke DPR, itu komisi 6, tahun 2019-2024,
09:16sudah mengerjakannya.
09:17Ada semua notulensinya.
09:18Silahkan ke DPR.
09:19Itu kami yang sama-sama mengerjakannya.
09:22Jadi, itu sejak 2 tahun, 3 tahun lalu,
09:25yang tidak selesai pada saat Pak Jogowi.
09:27Dan sekarang di proses itu,
09:29soal dia tidak dimasukkan dalam itu adalah,
09:31ini kan soal mana, ini kayaknya sekarang,
09:33jadi penting nih, diutamakan lu.
09:35Makanya diutamakan.
09:36Tapi lihat.
09:37Lihatlah, coba Anda,
09:39saya berjamin sama Anda.
09:41Saya taruhan sama Anda pun berani.
09:42Berapa pun berani saya berani taruhan.
09:45Bahwa itu sejak 2019.
09:46Anda cobot UI Anda,
09:47saya cobot setahusus saya.
09:49Saya berani.
09:49Bahwa itu sejak periode yang lalu.
09:54Saya berani.
09:55Tapi tahu kan Bapak,
09:55bahwasannya untuk menjalankan undang-undang,
09:57dari pergeseran proleknas sebelumnya,
09:59itu harus ada carryover.
10:00Namun di periode baru ini,
10:02tidak ada keterangan carryover.
10:03Gini Mas,
10:04itu namanya,
10:05di pemerintahan itu ada yang namanya penting.
10:07Ketika penting,
10:08ya bisa dibuat.
10:10Tapi saya berani jamin.
10:11Saya ajak Anda.
10:12Anda berani dari UI,
10:14saya berani dari setahusus.
10:16Saya jamin.
10:16Ayo.
10:17Kita coba dengar,
10:22agak akan lebih jauh dari risal telah geda berikut ini.

Dianjurkan