KOMPAS.TV - Seorang warga di Bantul, Yogyakarta, diduga menjadi korban mafia tanah. Sertifikat tanah seluas lebih dari 1.600 meter persegi miliknya tiba-tiba telah berganti nama dan akan segera dilelang pihak bank karena menjadi agunan pinjaman yang sudah jatuh tempo.
Mbah Tupon diduga menjadi korban mafia tanah.
Bagaimana melindungi hak-hak agraria warga dalam kasus seperti Mbah Tupon ini?
Bagaimana peluang Mbah Tupon bisa mendapatkan kembali sertifikat tanahnya?
Kita bahas bersama Putra Mbah Tupon, Heri Setiawan dan Guru Besar Hukum Agraria UGM, Nurhasan Ismail.
Baca Juga Menteri KP Sebut Kades Kohod Bersedia Bayar Denda Rp48 Miliar di Kasus Sertifikat Palsu Pagar Laut di https://www.kompas.tv/nasional/576973/menteri-kp-sebut-kades-kohod-bersedia-bayar-denda-rp48-miliar-di-kasus-sertifikat-palsu-pagar-laut
#mafiatanah #mbahtupon #bantul
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/nasional/589938/rumah-dan-tanah-lansia-di-bantul-tiba-tiba-ganti-nama-begini-kata-ahli-soal-cara-perjuangkan-haknya
Mbah Tupon diduga menjadi korban mafia tanah.
Bagaimana melindungi hak-hak agraria warga dalam kasus seperti Mbah Tupon ini?
Bagaimana peluang Mbah Tupon bisa mendapatkan kembali sertifikat tanahnya?
Kita bahas bersama Putra Mbah Tupon, Heri Setiawan dan Guru Besar Hukum Agraria UGM, Nurhasan Ismail.
Baca Juga Menteri KP Sebut Kades Kohod Bersedia Bayar Denda Rp48 Miliar di Kasus Sertifikat Palsu Pagar Laut di https://www.kompas.tv/nasional/576973/menteri-kp-sebut-kades-kohod-bersedia-bayar-denda-rp48-miliar-di-kasus-sertifikat-palsu-pagar-laut
#mafiatanah #mbahtupon #bantul
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/nasional/589938/rumah-dan-tanah-lansia-di-bantul-tiba-tiba-ganti-nama-begini-kata-ahli-soal-cara-perjuangkan-haknya
Kategori
🗞
BeritaTranskrip
00:00Seorang warga di Bantul, Yogyakarta diduga menjadi korban mafia tanah.
00:05Sertifikat tanah seluas lebih dari 1.600 meter persegi miliknya tiba-tiba telah berganti nama
00:11dan akan segera dilelang pihak bank karena menjadi agunan pinjaman yang sudah jatuh tempo.
00:21Tupon Hadi Suwarno atau Mbah Tupon tidak pernah menyangka di usia senjanya
00:25ia terancam kehilangan rumah dan tanahnya seluas lebih dari 1.600 meter persegi.
00:32Sertifikat tanah milik Mbah Tupon kini telah beralih nama pihak lain.
00:37Warga desa bangun jiwa kasihan Bantul ini diduga telah menjadi korban mafia tanah.
00:43Mbah Tupon mengaku beberapa tahun lalu sertifikatnya diserahkan ke salah seorang tetangganya.
00:48Mbah Tupon meminta bantuan tetangganya untuk memecah sertifikat agar bisa diwariskan ke anak-anaknya.
00:56Beberapa tahun tidak ada kabar soal sertifikat tanah itu
00:59sampai akhirnya datang pihak bank yang mengklaim akan menyita tanah milik Mbah Tupon.
01:04Sertifikat tanah ini jalan jalan oleh Pak Bibit, adun dipetak-petak ke tengah anak-anaknya.
01:12Ini juga Bripon, kabarnya terus Bripon?
01:16Kabarnya itu, kalau tidak bisa, tidak bisa, tidak bisa jadi mbah, mengatakan ini.
01:23Bank Dugi.
01:27Terus?
01:28Bank Dugi, Bripon?
01:30Dilelang.
01:31Keluarga Mbak Tupon juga kaget saat sertifikat tanah telah berganti pemilik.
01:52Bahkan keluarga tidak mengenal nama pemilik sertifikat.
01:55Keluarga juga menegaskan tidak pernah meminjam uang di bank dengan mengakunkan sertifikat tanah.
02:02Kaget saya Pak, soalnya pemecahan kok jadi balik nama gitu atas nama orang lain.
02:15Nah dua tahunan itu Bapak pun matus-matus.
02:17Kalau Bapak itu mencari Pak Bibit, nanyain sertifikatnya itu, gimana Pak kabarnya sertifikatnya itu,
02:26ngata Pak Bibit baru proses, tenang, baru proses pemecahan.
02:32Nah itu selang beberapa bulan kemudian,
02:37pihak bank PNM itu datang ngasih kabar kalau tanah ini udah atas nama orang lain,
02:45atas nama Indah Fatmawati.
02:47Nah terus dari pihak sana itu bilang sudah kelelangan pertama.
02:53Dan dianggunkan 1,5 M.
02:59Polda DIY saat ini masih menyelidiki kasus tanah milik Mbah Tupon.
03:04Malib pesan tertulis ke Kompas TV, Kabit Humas Polda DIY, Kombes Isan, menyatakan,
03:10Polda DIY telah menerima laporan kasus Mbah Tupon pada 14 April lalu.
03:15Kini Mbah Tupon dan keluarganya berharap sertifikat tanah miliknya bisa segera kembali pada dirinya.
03:22Tim Liputan, Kompas TV.
03:28Saudara Mbah Tupon diduga menjadi korban mafia tanah.
03:31Lalu bagaimana melindungi hak-hak agraria warga dalam kasus seperti yang menimpa Mbah Tupon ini?
03:37Dan bagaimana pula peluang Mbah Tupon bisa mendapatkan kembali sertifikat tanahnya?
03:42Kita akan bahas bersama putra dari Mbah Tupon, Mas Heri Setiawan,
03:46dan Guru Besar Hukum Agraria UGM, Nur Hasan Ismail.
03:49Selamat malam Mas Heri dan Pak Nur Hasan.
03:53Selamat malam Mas.
03:54Baik.
03:55Saya ke Mas Heri dulu nih.
03:56Mas Heri menampingi Bapak ya saat ini ya.
03:59Saya mau tanya nih Mas Heri, kemarin katanya Bapak Mbah Tupon ini sudah lapor polisi.
04:04Apa sudah ada penjelasan dari polisi soal kasus ini dan siapa saja sih yang dilaporkan ini?
04:10Dari kasus polisi kemarin sudah penyidikan.
04:14Yang dilaporkan itu Bapak Bibit Ustamta, Tri Ono Beringos,
04:21terus notarisnya itu atas nama Ahmadi.
04:27Oke, Pak Bibit ini siapa Mas Heri?
04:32Pak Bibit itu yang menerima pertama kali saya bertikad Bapak buat pepecahan itu.
04:39Nah mungkin bisa diceritakan lagi sedikit Mas Heri,
04:42bagaimana bisa notifikasnya Mbah Tupon ini bisa ganti nama pemilik?
04:48Ya, bermula itu pada tahun 2020 Bapak saya kan menjual tanah ke Pak Bibit Ustamta seluas 298 meter persegi.
05:00Di waktu yang sama itu Bapak juga mewakafkan sebidang tanah buat jalan sebesar 90 meter persegi
05:11dan gudang RT 45 meter persegi.
05:16Oke.
05:16Nah, setelah proses itu selesai,
05:22setelah beberapa bulan kemudian Bapak Bibit Ustamta itu menanyakan CPT card ke Bapak saya kan,
05:33Mbah, ini CPT card kalau mau dipecah waris anak kamu gimana Mbah?
05:43Karena tidak semua dijual begitu ya?
05:45Iya.
05:46Tanahnya itu tidak semua dijual?
05:48Iya.
05:49Jadi mau dipecah sertifikatnya?
05:50Oke.
05:52Karena pembayaran itu kan masih ada sisah di Pak Bibit.
05:54Oke.
05:55Nah, uangnya itu mau dibikin buat pecah waris.
05:59Nah, selang itu CPT card udah di tangan Pak Bibit mau dipecah.
06:07Nah, dalam proses pembayaran itu kan Bapak juga sempat diajak tanda tangan tiga kali.
06:15Pertama kali itu tanda tangan di Jalan Janti dengan didatangin Bapak itu, Triono Bringos datang ke rumah.
06:28Pagi-pagi itu diajak ke Janti buat tanda tangan.
06:31Sesampai di kantornya itu, Bapak saya cuma langsung diarahkan ke tempatnya itu buat langsung tanda tangan tanpa dibacakan.
06:42Pada saat sebentar, pada saat Bapak menanda tangan itu didampingi oleh Anda atau tidak?
06:46Enggak, saya tidak ikut di situ.
06:49Oh, tapi tidak menampingi pada saat menanda tangan itu.
06:53Jadi sehingga proses apa yang ditanda tangan itu juga sebetulnya tidak mengetahui seluruhnya Mbah Tupon ini ya berarti ya?
07:00Iya, tidak tahu.
07:01Soalnya Bapak saya juga tidak bisa membaca dan menuliskan.
07:04Pendengarannya juga sudah berkurang.
07:06Iya, iya, iya.
07:07Nah, ini saya tanya ke Panur Hasan.
07:09Dan Pak, ini kalau melihat kasusnya Mbah Tupon ini, Anda melihatnya ini penipuan atau benar-benar ada mafia tanah di dalamnya?
07:18Ya, tentu begini, Mas.
07:22Dalam setiap kasus-kasus yang melibatkan sekelompok orang gitu ya.
07:28Jadi mafia tanah itu kan pasti karakternya itu satu, melibatkan pasti lebih dari dua orang gitu ya.
07:38Dan mereka ini kan selalu, ya entah bagaimana tapi pasti karakternya itu terorganisir.
07:48Ya.
07:49Gitu.
07:49Karena melibatkan banyak orang itu pasti terorganisir gitu ya.
07:54Oke.
07:54Dan pasti juga terstruktur.
07:57Jadi terorganisir itu pasti ada pembagian kerja gitu ya.
08:01Di dalam proses kinerja dari kelompok-kelompok yang disebut dengan mafia tanah ini gitu ya.
08:13Kemudian terstruktur itu pasti melibatkan pihak-pihak dalam seterata-seterata tertentu gitu ya.
08:21Ada pejabat, ada orang biasa gitu ya.
08:26Dan pasti di dalamnya gitu akan terbuka mengandung aspek-aspek pidana gitu ya.
08:35Ya.
08:36Seperti itulah kinerja dari mafia tanah.
08:40Begini Pak Nur Hasan, ini koreksi kalau saya salah.
08:43Kementerian ATR-BPN itu kan punya aturan seperti peraturan Menteri Agraria Data Teruang nomor 21 tahun 2020 tentang penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan serta pembentukan satgas anti-mafia tanah.
08:54Nah ini sudah ada sebetulnya.
08:56Tapi kasus ini menunjukkan bahwa implementasi di lapangan ini masih lemah terutama dalam melindungi masyarakat kecil dari modus-modus seperti ini.
09:03Terutama kan Mbah Tupon ini, mohon maaf ya, seorang defable begitu.
09:07Nah bagaimana negara hadir seharusnya untuk kasus-kasus seperti ini?
09:10Ya aturannya sudah mas, sebenarnya sudah ada upaya dari sisi aturan gitu ya.
09:18Aturannya itu sudah berupaya untuk mencegah untuk tidak terjadi.
09:22Tetapi pelaksanaannya kan sangat tergantung pada kondisi pemahaman gitu ya dari masyarakat, masing-masing anggota masyarakat gitu ya.
09:33Literasi maksud Anda ya?
09:34Jadi misalnya gini, jangan terlalu mudah gitu memberikan, mempercayakan yang namanya sertifikat atau alas hak apapun yang dimiliki itu kepada orang lain.
09:49Jadi intinya di situ gitu loh.
09:52Nah ini tergantung pada sosialisasi gitu dari aparat pertanahan kepada masyarakat.
10:01Oke.
10:02Bermula dari, pasti dari penyerahan alat-alat alas hak lah.
10:08Apakah itu petuk gire atau kalau sudah bersertifikat ya diserahkannya lah sertifikat itu.
10:14Pasti awalnya dari situ gitu.
10:16Tapi kan di negara kita ini Pak Nur Hasan, ya saya bukannya mau membela masyarakat yang kurang listrasi.
10:25Tapi kondisinya kan memang ya tidak seluruhnya paham literasi hukum gitu.
10:29Sehingga seharusnya negara ini punya pengawasan terhadap masyarakat-masyarakat yang rentan untuk diberikan tindak penipuan seperti ini.
10:38Atau ya opnum mafia tanah yang menyasar justru masyarakat-masyarakat lemah.
10:43Bagaimana seharusnya mekanisme ini bisa diperbaiki?
10:46Ya kan begini Mas.
10:47Pasti dalam konteks seperti kasus ini, kan pasti melibatkan satu gitu ya.
10:56PPAT atau notaris.
11:00PPAT notaris ini apa yang mau dilakukan?
11:04Apakah ini berpindahnya nama, beralih berbaliknya nama ke pemilikan?
11:12Itu ditempuh dengan jual beli kah?
11:14Atau seperti apa?
11:18Nah ini pasti PPAT kalau jual beli gitu ya.
11:22Apalagi ini kan maunya kan dipecah.
11:26Sebenarnya dipecah itu tidak perlu melibatkan PPAT notaris gitu.
11:32Ya sangsung saja datang ke kantor pertanahan, saya mau memecah tanah ini.
11:38Sebelum nanti akan dibagi waris gitu ya.
11:42Jadi seperti itu, jadi saya melihat loh kok mau dipecah kok harus melibatkan notaris PPAT.
11:51Nah masalahnya tidak semua flow itu diketahui oleh masyarakat kecil, masalahnya seperti itu.
11:56Yang harus menjelaskan siapa nih harusnya?
11:59Ya wah ya anu mas ya, mestinya memang kantor pertanahan kan juga berfungsi sebagai pihak yang harus memahamkan.
12:14Sosialisator lah ya.
12:15Tentang kemampuan itu kepada masyarakat.
12:18Sebenarnya sudah banyak lah penyuluhan-penyuluhan kalau di Jogja itu dari fakultas hukum itu sering diminta untuk melakukan penyuluhan.
12:30Tetapi kan tidak selalu dalam konteks pertanahan gitu ya.
12:34Jadi itu mas, jadi menurut saya ya fungsi kantor pertanahan.
12:40Ya ATR BPN sendiri sebagai sosialisator harusnya juga punya peran penting terutama untuk mencegah kasus-kasus seperti yang terjadi.
12:49Mas Heri saya ingin tahu juga penjelasannya Pak Bibit sebagai orang yang membeli tanah dan meminta sertifikat tanah untuk dipecah itu pada saat itu.
12:59Dan sekarang ujuk-ujuk begitu sertifikatnya atas nama semua beralih ke Pak Bibit begitu.
13:04Penjelasan Pak Bibit kepada keluarga Anda bagaimana? Terutama ke Mbak Tupon.
13:11Bapak datang itu menanyakan saya ketika soal pemecahan.
13:15Ya alasan Pak Bibit itu bilang baru proses Mbak ini Mbak digambil gitu.
13:23Ditunggu aja nanti nak selesai saya kabahin gitu Pak Bibit.
13:27Itu kapan itu kalimat itu muncul? Sudah lama?
13:32Itu pas proses pemecahan itu.
13:35Pas proses pemecahan.
13:37Dan tiba-tiba sekarang seluruhnya berganti nama begitu?
13:41Iya sampai sekarang masih ada.
13:42Nah setelah berganti nama itu belum ada penjelasan lagi dari Pak Bibit?
13:46Belum.
13:47Oke. Nah ini yang harus juga kalau memang dilaporkan ke pihak yang berwajib ini yang perlu diselidiki mungkin oleh polisi dan sidik oleh polisi.
13:56Dan saya juga dengar informasi bahwa BPN atau Badan Pertanahan Yogyakarta menyebut ada tanda tangan Mbak Tupon dalam akta jual beli tanah.
14:04Ada penjelasan soal ini. Benar ada tanda tangan tidak di depan petugas PPAT katanya?
14:10Mas Heri?
14:10Iya benar.
14:11Iya benar.
14:13Nah terus tindak lanjut dari Anda mengetahui hal ini gimana?
14:18Saya sempat melaporkan ke Polda kan soal kasus ini.
14:21Dan sekarang pun masih dalam proses penyidikan.
14:28Sekarang dalam proses penyidikan. Semoga ada jalan keluar ya Mas Heri dan Mbak Tupon.
14:33Semoga ini juga bisa terpecahkan sehingga hak-haknya Mbak Tupon juga bisa kembali.
14:37Karena ini kalau banyak kalangan yang menilai termasuk saya ini juga ada kong-kong dan akal-akalan sebenarnya dari antara ya mungkin dari pembeli tanah dengan oknum yang ada di BPN kalau menurut tugaan saya.
14:54Ini juga sekaligus menegaskan bahwa aturan yang sudah ada saja tidak bisa melindungi warga negara kita.
15:00Dan literasi warga negara kita juga harus diningkatkan tentu saja dengan fasilitator BPN sendiri yang saat ini masih kurang.
15:08Baik terima kasih Mas Heri dan juga Pak Nur Hasan telah bergabung di Sapa Indonesia Malam hari ini.
15:14Semoga bisa terselesaikan dengan jelas begitu ya semua masalahnya.
15:18Sampai jumpa lagi Bapak.
15:20Siap.
15:20Terima kasih.