• 2 days ago
Dewi Putri Mahkota Terkoyak

Setelah ibunya wafat, Dewi yang tunarungu, diasuh Subekti, kakeknya. Subekti membatasi pergaulan Dewi. Tapi, Dewi ingin diperlakukan sebagai orang normal.
Temannya, Ayu, meski tunarungu bisa berkarier jadi model. Dewi yakin bisa menembus tembok pabrik buat berkarier seperti Ayu.

Kematian merupakan satu-satunya kepastian hidup. Tapi sepahit-pahitnya kehidupan adalah menguburkan anak sendiri.

Subekti diperankan Indro Warkop, merupakan eyang dari Dewi (Clara Bernadeth), seorang gadis yang ditinggal mati ibunya sejak kecil. Dia mengasuh Dewi yang tuli dan bisu dengan begitu ketat. Pergaulannya dibatasi, bahkan Dewi hendak dijodohkan dengan anak kenalannya demi memperpanjang hubungan keluarga.

Sebuah premis yang masih relevan di era sekarang, di tengah berbagai perjuangan atas hak diri sendiri.

Jika dilihat dari kacamata Subekti, dia punya alasan yang begitu kuat mendidik cucunya buat mengikuti keinginannya. Tapi Dewi juga ingin jadi manusia modern seutuhnya, menjalani hidup dengan keputusannya.

Dewi memang praktis jadi putri mahkota yang tinggal di sebuah 'istana'. Segala kebutuhannya semua terpenuhi, bahkan dia gak diizinkan mengerjakan perkerjaan kasar.

Gerak Dewi makin sulit karena dia diberikan tanggung jawab bekerja sebagai admin dalam bisnis batik rumahan milik keluarga. Kepengapan hidupnya juga diilustrasikan oleh asap para pengrajin batik yang masuk ke dalam ruangan tempat tinggalnya yang khas.

Dewi hidup dalam keheningan sempurna, sebelum akhirnya dia menemukan seseorang yang mengerti banget dirinya. Dia bertemu seorang fotografer yang juga keterbatasan fisik sama sepertinya.

Dewi dibuat terbuai oleh perasaan itu. Dia dibawa bermimpi melintasi ujung dunia, dibimbing oleh gairah yang menggebu-gebu.

Film garapan sutradara Herwin Novianto itu menampilkan sesuatu yang kuat dari sisi karakter. Indro Warkop di balik rambut putih panjang dan kacamata tebalnya, jelas banget menyimpan sesuatu yang berat, sesuatu yang selalu menghantui perjalanan hidupnya.

Sementara Clara Bernadeth, dua jempol kayaknya gak cukup buat eksplorasi aktingnya kali ini. Dia memakai bahasa isyarat sepanjang film. Gesturnya membuat penonton paham apa yang dirasakan dan yang ingin diungkapkannya.

Herwin Novianto memotret estetika tradisional yang khas banget dalam filmnya. Rumah menjadi bagian yang sangat penting, kepulan asap pengrajin batik dan jalan-jalan yang bersih khas Yogya juga memainkan peranan. Tapi, paras Clara Bernadeth masih terlihat terlalu bersinar buat karakter Dewi.