• 2 tahun yang lalu
2 Bersaudara asal Minahasa Frans Soemarto Mendur bersama sang kakak Alexius Impurung Mendur mendapat kabar mengenai upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia melalui berita yang disiarkan oleh Kantor Berita Domei. Mendengar kabar tersebut, Mendur bersaudara segera bergegas pergi menuju kediaman Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur nomor 56, Jakarta Pusat untuk mengabadikan momen bersejarah tersebut.
Kala itu, Frans S. Mendur dengan berbekal kamera Leica dan satu rol film yang ia “pinjam” dari kantor Djawa Shimbun Sha memotret peristiwa bersejarah itu sebanyak tiga kali. Pertama, saat Soekarno membacakan teks proklamasi bersama Moh. Hatta. Kedua, ketika Letkon Raden Mas Latief Hendraningrat, Suhud Sastro Kusumo, dan Surastri Karma (SK) Trimurti mengibarkan sang saka bendera merah putih. Ketiga, foto memperlihatkan suasana pengibaran sang saka bendera merah putih dengan latar belakang kumpulan masyarakat yang berkumpul menyaksikan proklamasi. Mendur bersaudara merupakan satu-satunya fotografer yang hadir untuk meliput pembacaan proklamasi. Hal ini dikarenakan pembacaan proklamasi berlangsung secara spontan tanpa adanya persiapan khusus. Namun, di tengah proses pengambilan gambar terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Film kamera yang dibawa oleh Alex “Impurung” Mendur disita dan plat-plat negatif miliknya juga dihancurkan oleh tentara pasukan Jepang.
Lain halnya dengan Frans S. Mendur. Ia lebih cerdik dalam menjaga foto-foto hasil jepretannya dengan mengubur plat-plat negatif miliknya di halaman Kantor Asia Raya. Ketika tentara Jepang menggeledah seluruh hasil fotonya, Frans S. Mendur membuat pengakuan kepada tentara Jepang bahwa negatif film miliknya telah dirampas pihak barisan pelopor pendukung Soekarno. Setelah suasana lebih aman dan kondusif, ia mengambil negatif film tersebut dan mencetaknya secara diam-diam di kamar gelap Kantor Berita Domei.
Sehari setelahnya, pada tanggal 18 Agustus 1945, berita mengenai proklamasi kemerdekaan Indonesia dimuat secara singkat oleh harian Asia Raya. Namun tidak ada satu pun foto yang dimuat di surat kabar tersebut. Hal ini merupakan upaya pihak tentara Jepang untuk menghambat penyebaran berita kemerdekaan Indonesia kepada dunia luar. Karya bersejarah milik Frans S. Mendur tersebut akhirnya berhasil dipublikasikan untuk pertama kalinya pada 17 Februari 1946 dalam penerbitan khusus “Nomor Peringatan Enam Bulan Republik” yang diterbitkan harian Merdeka.